Kita Perlu meninjau Kurikulum Pelatihan Pendampingan Hutan Sosial

By Admin


Oleh  : Edi Kurniadi

nusakini.com - Pelatihan Pendampingan Pehutanan Sosial Paska Ijin (P2SPI) kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2020 telah selesai. Pelatihan ini diikuti oleh 3.019 peserta dari petani dan pendamping pemegang ijin PS menggunakan metoda e-learning. Pelatihan ini menggunakan kurikulum yang ditetapkan Pusat Diklat SDM LHK melalui SK No. 64/Dik/PEPE/Dik-2/3/2020 tanggal 20 Maret 2020. 

Pada kurikulum, terdapat silabus pelatihan yang terdiri dari mata pelatihan, jumlah jam pelajaran, indikator hasil belajar (IHB), pokok bahasan, metoda dan alat bantu pembelajaran, serta bahan kepustakaan. Pada indikator hasil belajar disebutkan bahwa peserta pelatihan diharapkan dapat menjelaskan setiap pokok bahasan. Pencapaian IHB dengan prase “menjelaskan”, menurut klasifikasi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2016), termasuk pada ranah kognitif level C2 (memahami). Hasil pemantauan selama pelatihan, terdapat beberapa pokok bahasan yang kemungkinan IHB berada pada level yang lebih tinggi, sebagaimana disampaikan juga oleh Ibu Kusdamayanti (lihat https://tropis.co/evaluasi-pelatihansebuah-upaya-mendapat-umpan-balik-untuk-perbaikan-dan-keberlanjutan-program/).

Saya membuat survey kecil kepada tutor yang mengampu pelatihan P2SPI. Tujuannya adalah untuk mengetahui penilaian tutor terhadap pencapaian ranah kognitif dari IHB setiap pokok bahasan dan menjaring saran. Penilaian ditujukan kepada enam mata pelatihan inti, yaitu dari mata pelatihan (MP) 3 hingga MP8.

Seluruh pokok bahasan materi pelatihan panduan role model pendampingan PSKL (MP3) telah sesuai berada pada level C2. Prinsip dari MP3 adalah memperkenalkan konsep “role model pendampingan PS”. Tutor menyarankan penambahan beberapa contoh keberhasilan kelompok dalam pengelolaan perhutanan sosial dan informasi aturan main dalam kegiatan perhutanan sosial. 

Untuk materi pelatihan pendampingan tahap awal (MP4), IHB setiap pokok bahasan berada pada level C3, kecuali pokok bahasan peningkatan SDM tetap berada pada level C2. Para pendamping telah melaksanakan kegiatan pada materi ini walau belum sempurna. Untuk itu pencapaian keterampilan pokok bahasan ini seharusnya berada pada ranah mengaplikasikan (C3). Tetapi faktanya, aspek ini cenderung kurang diperhatikan oleh beberapa kelompok. Meraka lebih fokus pada kelola kawasan dan kelola usaha. 

Materi pelatihan ini disarankan fokus pada sosialisasi ijin PS dan penguatan kelembagaan KPS-KUPS. Pokok bahasan usaha pengembangan KUPS bisa disinggung selintas dulu, pendalaman dan penajaman bisa dibahas pada pokok bahasan kerjasama, pasar, dan modal (MP6). Pokok bahasan peningkatan SDM mestinya tidak hanya untuk materi MP4 saja, akan tetapi untuk seluruh kegiatan perhutanan sosial. Pokok bahasan ini bisa digabung pada materi pelatihan MP2 (prakondisi petani hutan) yang membahas kebutuhan peningkatan kapasitas petani.

Pencapaian ranah kognitif untuk IHB materi pelatihan pengelolaan dan pengembangan kawasan hutan dan lingkungan (MP5) mestinya termasuk pada level C4 (Menganalisis). Salah satu contoh, misalnya peserta membahas langkah-langkah yang dilakukan jika pemanfaatan jasa lingkungan dengan wisata orang utan. Kegiatan penandaan batas areal kerja banyak mengalami kendala/hambatan yang bisa menimbulkan konflik baru. Untuk itu disarankan keterlibatan narasumber dari pihak pemangku kawasan sehingga dapat memberikan gambaran terkait permasalahan yang muncul di lapangan.

Sebagian tutor kelihatannya terjebak dengan materi teknis pengukuran dan pemetaan, termasuk penggunaan GPS berbasis android. Sehingga merasa waktu MP5 kurang dan menyarankan pelatihan teknik pengukuran dan pemetaan partisipatif, serta teknik/cara penentuan zona/blok.

Pencapaian ranah kognitif untuk IHB Kerjasama dan akses permodalan pada MP6 bisa mencapai Level C3 karena peserta bisa mengungkapkan permasalahan yang dialami pada aspek kerjasama dan permodalan. Materi ini sangat diminati para peserta sehubungan dengan pengembangan KUPS, sehingga tutor menyarankan pelibatan pihak terkait sebagai narasumber. Tutor juga menyarankan pelatihan penyusunan proposal dan pengembangan jejaring.

Pencapaian ranah kognitif untuk IHB materi pelatihan pengelolaan pengetahuan (MP7) tetap berada pada level C2. Hal ini karena kegiatan yang terdokumentasikan di kelompok masih sangat minim. Materi ini nampaknya cukup berat bagi sebagian besar peserta yang berstatus sebagai petani anggota KPS. Tutor menyarankan untuk pelatihan lanjutan terkait pengelolaan pengetahuan, karena materi pengelolaan pengetahuan terus berkembang. 

Materi pelatihan ini mungkin bisa sampai level C6 (membuat/create) apabila metoda pembelajarannya disesuaikan. Tugas mandiri yang diberikan pada peserta pelatihan di Balai diklat LHK Samarinda, memungkinkan peserta menyusun pengelolaan pengetahuan berupa tulisan, yang dalam klasisifikasi Bloom termasuk kategori mengarang. Tutor, selanjutnya bisa membahas hasil tulisan peserta (sebagai bagian dari pengalaman) dikaitkan dengan kaidah pengelolaan pengetahuan.

Pencapaian ranah kognitif untuk IHB materi pelatihan monitoring dan evaluasi (MP8) cukup sampai level C2. Saran dari tutor adalah perlu ditambah contoh-contoh pelaksanaan monev yang telah dilakukan sehingga lebih mudah dipahami oleh peserta. Selain itu, Untuk pelatihan dengan peserta masyarakat maka paparan dan penjelasan harus lebih detil dengan bahasa umum

Materi pelatihan MP8 kemungkinan bisa sampai kepada level C5, yaitu mengevaluasi, apabila metoda pembelajaran yang digunakan mengarahkan peserta bisa mencapai ranah kognitif level tersebut. Metoda pembelajaran yang dilakukan oleh tutor BDLHK Samarinda, dengan meminta peserta menyampaikan apa yang perlu diisi dalam setiap kolom pada form monitoring tahunan KPS dan laporan tahunan KPS, saya kira merupakan metoda pembelajaran yang mengarahkan kepada ranah kognitif C5.

Apabila melihat indikator hasil belajar pada silabus pelatihan P2SPI, hampir semuanya ada pada level C2 (memahami), kecuali pokok bahasan penguatan kelembagaan KPS dan KUPS pada MP4 yang mencapai C3 (mengaplikasikan). Akan tetapi, hasil penilaian tutor terdapat beberapa pokok bahasan yang bisa masuk kategori lebih tinggi. Selain itu metoda pembelajaran dapat mempengaruhi level dari pencapaian ranah kognitif. 

Pembahasan delapan materi pelatihan dalam waktu empat hari dirasa terlalu banyak. Selain itu beberapa materi seperti MP3 dan MP5 dirasa cukup berat, sebagaimana juga disampaikan oleh Ibu Diah Suradiredja (lihat https://tropis.co/perhutanan-sosial-smart-action-dalam-covid-19/). Untuk itu menjadi pilihan dalam penyusunan silabus pelatihan, apakah mau banyak materi tetapi bahasannya dangkal (mencapai C1-C2), atau materinya terpilih akan tetapi pembahasannya mendalam (hingga level C6). 

Terkait waktu yang digunakan untuk setiap materi pelatihan, terdapat beberapa alternatif apabila seluruh materi masih dibahas, yaitu dengan merubah komposisi belajar mandiri dan belajar online (jam pelatihan belajar online diperbanyak). Namun alternatif ini mempunyai konsekuensi waktu pelatihan lebih lama, menjadi 5-6 hari.

Alternatif lainnya adalah beberapa materi yang dianggap bukan tugas utama pendamping dikeluarkan dari materi pelatihan. Contohnya pokok bahasan pembagian blok/zonasi yang menggunakan perangkat GPS, peningkatan SDM, serta materi yang secara teknis harus dilakukan pelatihan tersendiri. 

Kurikulum dan silabus merupakan haluan mencapai tujuan pembelajaran. Salam 5 jari dari Sungai Kunjang, tepian Mahakam.